Kehadiran cyberspace oleh teknologi internet dalam kehidupan mau tidak mau harus mendapat perhatian sebab kehadirannya telah menyebabkan terjadinya perubahan dalam berbagai aspek ekonomi-sosial-politik. Internet telah memungkinkan korporasi melakukan aktivitas trans-nasional tanpa perlu mengelurkan biaya yang besar. Mulai dari menganalisis pasar sampai mengatur pendistribusian komoditi mereka, inilah salah satu obat yang dipakai oleh kapitalis zaman industrial untuk mengatasi krisis internal. Begitupun dengan konsolidasi kekuatan politik penguasa. dengan bantuan internet dan teknologi informasi lainnya maka pengawasan dan indoktrinasi menjadi lebih mudah, hal ini mirip dengan yang digambarkan orwell dalam novel 1984 walau ada sedikit perbedaan. Namun efek yang tidak diinginkan dari kehadiran internet dan cyberspace-nya adalah terciptanya sebuah cyberculture yang merupakan sebuah subculture baru. Kehadiran cyberculture sebagai subculture ini memungkinkan munculnya sebuah modus perlawanan baru terhadap tatanan kehidupan yang mapan sebagaimana subculture punk dahulu mengancam kemapanan kehidupan. Salah satu keyakinan dalam subculture ini adalah “informasi dan pengetahuan itu seharusnya bebas” karena keyakinan inilah maka cyberculture sebagai subculture menjadi sebuah ancaman bagi korporasi dan penguasa. Akibat keyakinan bahwa informasi dan pengetahuan itu seharusnya bebas maka merekapun menuju kearah penolokan terhadap segala bentuk otoritarianisme dan karena itulah maka kerap cyberculture sebagai subculture diidentikkan dengan anarchy yang juga sangat anti terhadap segala bentuk otoritarianisme.


Sebagaimana anarchy yang secara substansial telah mengancam dan mempengaruhi tananan kehidupan yang ada (inilah penyebab disebarkannya pembusukan atas anarchy yang terus berlangsung hingga hari ini), keyakinan anti otoritarianisme oleh subculture cybercspace juga mengancam dan mempengaruhi tatanan kehidupan ekonomi-sosial-poltik apalagi kehadirannya yang menjadi semakin memegang peranan penting ditengah-tengah kehidupan nyata saat ini.
Kehadiran cyberculture sebagai subculture inilah yang harus dipertimbangkan dalam gerakan sosial sebab kehadirannya ditengah-tengah kehidupan saat ini adalah nyata. Dampak kehadirannya pun sangat terasa yaitu perubahan pola komunikasi, perubahan bentuk politik-kekuasaan, perubahan pola produksi-konsumsi, dan perubahan-perubahan lainnya.

[Read more]

Posted in

Pasar bebas seperti gurita raksasa, yang memangsa siapapun yang ada dihadapannya. Sistem ekonomi neoliberalisme yang memandang bahwa interaksi manusia hanya sekedar motif ekonomi (homooeconomicus). Dalam ekonomi neolib pula modal dibiarkan bergerak bebas tanpa batas. Kedigdayaannya yang hanya melahirkan segelintir yang kaya dan kesengsaraan di banyak tempat.
Berdasarkan rekaman sejarah, terdapat sejumlah alternatif pembangunan ekonomi di luar sistem kapitalisme-neoliberal. Pertama, adalah sistem sosialisme dimana ide dasarnya adalah menempatkan proses produksi dan pemasaran di bawah kontrol kelas pekerja. Dengan demikian, kelas pekerja tidak hanya menjual tenaga kerjanya tapi juga, menguasai dan mengontrol hasil kerjanya. Saat ini, sistem ekonomi sosialis beroperasi secara teorganisir di Kuba. Kedua, sistem ekonomi yang berwatak nasionalistik, Dalam sistem ini, pembangunan ekonomi nasional dibimbing, dikawal dan difasilitasi oleh negara agar tidak terempas oleh gelombang persaingan bebas. Korea Selatan di masa kediktatoran militer, Taiwan di masa kediktatoran Chiang Khai Shek, dan Iran di bawah rejim mullah adalah prototipe pembangunan ekonomi yang berwatak nasionalistik. Ketiga, sistem ekonomi yang berwatak populis. Dalam sistem ini, pemerintah yang berkuasa memberikan prioritas kepada sektor usaha kecil dan menengah di dalam negeri.
Bagaimana dengan Indonesia? Sistem apakah yang bisa menjadi alternatif di luar kapitalisme-neoliberal?. Marhanenisme muncul dalam slogan Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) dan Bung Hatta muncul dengan ide koperasi yang dianggapnya sesuai dengan ciri asli masyarakat Indonesia. Kedua ide pembangunan ekonomi ini menemui kegagalan. Ide Marhaenisme dilibas oleh gemuruh kapitalisme Orde Baru. Sementara ide koperasi diadopsi dan kemudian dimitoskan oleh rejim Orba. Bentuk ekonomi koperasi ditaruh di sangkar emas kekuasaan, tapi dibonsai di lapangan praktek.
Sebuah sistem sistem ekonomi alternatif memang hanya bisa dibuat dan diterapkan oleh sebuah sistem politik yang juga berkomitmen kuat untuk itu. Sebuah pemerintahan neoliberal, seperti SBY-JK, tentu saja tak bisa diharapkan. Mereka lebih mengutamakan pembangunan yang dihela oleh utang LN dan investasi asing.


Kini tak cukup lagi berteriak anti neoliberalisme/ anti kapitalisme. Lebih penting lagi "adakah alternatif di luar mekanisme pasar bebas?" Apa alternatif pembiayaan pembangunan pengganti utang luar negeri? Apa alternatif bagi penyehatan BUMN tanpa harus melakukan privatisasi? Ekonomi rakyat itu seperti apa sih? Apakah yang berbentuk koperasi ataukah ekonomi komunitas model masyarakat adat? Perspektif subsisten itu bagaimana? Pertanyaan-pertanyaan di atas yang akan ditelusuri dalam materi ini.

[Read more]

Posted in Label:

Ekspansi sitem kapitalisme ke dalam dunia pendidikan telah menciptakan sebuah kondisi bertautnya logika pendidikan dengan logika kapitallisme, pendidikan kemudian menjelma menjadi mesin untuk mencari keuntungan.
Dunia pendidikan yang sesungguhnya dibnagun berdasarkan nilai-nilai objektivitas, keilmiahan, kejujuran dan kebijaksanaan sebagai nilai dasar pencarian pengetahuan kini ambruk dan dimuati nilai-nilai komersial, sebagai refleksi keberpihakan pada kapital.
Dunia pendidikan menurut Hans Magnus Enzensberger, menjadi sebuah industi besar pikiran yang memproduksi pikiran-pikiran seragam yaitu pikiran-pikiran yang terperangkap dalam motif-motif komersial dan keuntungan semata. orang bersekolah, kuliah hingga sarjana, mempunyai spesialisasi khusus hanya dipersiapkan hanya untuk berintegrasi ke industri, menjadi pekerja, menjadi sekrup di dalam mesin industrialisasi dan kapitalisme. Dalam hal ini, pemaksaan pendidikan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang hanya siap bekerja di industri (link and match) adalah kekerasan budaya (culture violence). Pikiran-pikiran lain yang bermotif moral, sosial, kultural dan spiritual yang sesungguhnya sangat kaya tidak menapat tempat yang memadai. Paradigma pendidikan yang berorientasi pasar hanya akan menghambat kepeloporan, kepemimpinan , kemanusiaan, belaskasih yang justru sangat diperlukan untuk membentuk manusia sempurna. Nantinya, Dunia pendidikan yang mengidap penyakit merkantilisme pengetahuan tidak jauh beda dengan konsep waralaba ala McD dan sejumlah korporasi multinasional yang lain._bandingkan dengan konsep lahirnya BHP_.

Pendidikan tepatnya lembaga pendidikan lebih sibuk mempersiapkan diri menyongsong dunia baru. Dunia bisnis pertunjukan! Guy Debord, dalam The Society of the Spectacle, menyebut masyarakat mutakhir, "masyarakat dunia tontonan". Dalam "masyarakat dunia tontonan", citra, kesan, dan penampilan luar adalah segalanya. Sehingga Ia perlu dikemas agar memikat masyarakat.Misalnya, dalam pendidikan adalah kemasan, kesan indah, ramah, taman yang indah, bangunan megah dan tentu mewah adalah yang utama. Bukan pendidikan itu sendiri, yang cinta kesederhanaan, kebenaran, pembebas manusia dari ketertindasan. Ketertindasan dari nafsu uang dan kuasa serta ketertindassan dari “silent culture” lewat hegemoni( baik oleh majikan, pemerintah d.l.l).

Lewat materi ini peserta diharapkan mampu melacak akar-akar permasalahan dalam pendidikan. Yang seolah berjarak antara teori dan praktik, menganalisis relasi pendidikan dan kekuasaan, pendidikan alat hegemoni. Relasi logika pendidikan dan logika kapitalisme. Belajar dari model-model pendidikan alternatif. Nantinya mampu memberi dan bertindak alternatif serta berbagai inisiasi yang mengembalikan pendidikan sebagai pembebas dari ketertindasan negara dan modal.


Pembicara: Ahmad Bahruddin (Pendiri Sekolah Alternatif Qoryah Tayyibah Salatiga) dan Prof Dr.Arismunandar, M.Pd

[Read more]

Posted in Label:

Demokrasi adalah konsep yang sangat tua yakni Abad ke-6 sebelum Masehi sampai dengan pertengahan abad ke 4 sebelum Masehi dan di praktekkan di polis-polis (Negara kota) di Athena dan sekitarnya. “People” dalam konteks Yunani Kuno adalah warga Negara laki-laki.
Demokrasi yang dikenal sekarang adalah perpaduan dari dua konsep yang sama sekali berbeda. Pertama, konsep demokrasi (demos dan cratein) yang memang berakar dari tradisi Yunani Kuno dan Kedua, konsep representasi yang berakar dari sistem feodal. Kedua hal ini menghasilkan apa yang disebut dengan Representative Democracy atau demokrasi perwakilan. Dalam perkembangan selanjutnya, lembaga ini berkembang menjadi salah satu kamar dalam parlemen negara-negara, seperti kelihatan nyata-nyata dalam parlemen tertua di dunia, yakni House of Commons dalam Parlemen Inggris.

Agenda pembangunan demokrasi di banyak negara Dunia Ketiga saat ini tidak bisa dilepaskan dari proyek globalisasi ekonomi yang dimotori oleh negara-negara maju (Barat), yang secara aktual semakin mempolarisasi dunia ke dalam ruang-ruang ketidakadilan dan ke-tidaksetara-an (global spaces of injustice and inequality). Berbagai rezim pemerintahan di Dunia Ketiga menyepakati kepentingan untuk memfasilitasi tumbuhnya institusi dan praktek demokrasi yang memungkinkan ruang yang lebih luas bagi intervensi negara-negara Dunia Pertama sebagai pemberi donor dari proyek pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga itu. Secara khusus, intervensi ini mewakili kepentingan ekonomi untuk mengorientasikan negara-negara Dunia Ketiga berintegrasi ke dalam sistem pasar global meskipun kondisi yang memungkinkan bagi proses integrasi itu tidak setara. Menurut Noam Chomsky (1996), kondisi ketidaksetaraan dalam globalisasi ini merupakan suatu agenda imperialisme mutakhir yang secara ironis difasilitasi oleh kanal-kanal (saluran) demokrasi dimana rezim pemerintahan terpilih sebagai representasi dari konsituennya. Jadi dapat dikatakan, efek politik representasi sangat memungkinkan membuka peluang bagi praktek-praktek demokrasi yang distorsif.

Demokrasi kerap disamakan dengan pemilu. Indonesia yang dianggap sebagai penyelenggara demokrasi “tersukses” sejak pemilu 2004. namun bersamaan dengan predikat tersebut jumlah penduduk miskin di Indonesia meningkat, ketidakpedulian pemerintah terhadap warga negara semakin nyata. Dan negara seolah tak peduli dengan warganya. Pemerintah lebih sibuk menjamu para investor/ pemodal, menyediakan hidangan undang-undang, regulasi dan semacamnya daripada memenuhi hak konstituennya. Benarkah demokrasi hanya melahirkan kesengsaraan bagi masyarakat ?, hanya sebagai alat eksploitasi rakyat dan sumber daya alam.
Fenomena-fenomana yang terjadi semakin meneguhkan pandangan banyak kalangan bahwa Power tends to corrupt. Demokrasi perwakilan tidak mungkin dilaksanakan tanpa distorsi. Ketika para wakil rakyat sudah duduk di parlemen, maka mereka memiliki kepentingan yang relatif berbeda dari kepentingan yang diwakilinya. Seringkali, mereka berpendapat bahwa mereka lebih mengetahui apa yang terbaik untuk para pemilihnya. Hal ini akan mendistorsikan aspirasi. Ada beberapa alternatif yang dapat dijadikan wacana selain demokrasi perwakilan. upaya untuk meminimalisir distorsi aspirasi yaitu inisiasi warga, referendum dan recall. Alternatif lain yang harus dilakukan untuk mengkompensasi distorsi aspirasi dalam Demorasi Perwakilan adalah lembaga Promulgasi. Kira-kira, promulgasi itu sama dengan ketika para pengawal raja pada zaman kolonial pergi ke tengah pasar, membunyikan terompet dan membuka gulungan kertas serta mengumumkan titah raja kepada khayalak ramai. Alternatif lain adalah anarkisme.
Berlainan dengan anggapan umum bahwa anarkisme adalah keadaan kacau balau, a-narchos berarti tanpa penguasa. Dalam filosofi anarkisme, istilah ini dipergunakan secara positif untuk menggambarkan masyarakat tanpa penguasa dan tanpa hukum yang segala sesuatunya diusahakan bersama secara sukarela.

Lewat materi ini, peserta akan menelusuri akar-akar masalah dan akibat yang ditimbulkan oleh penerapan demokrasi perwakilan. Meriset relasi demokrasi dengan gerak laju kapitalisme global melalui studi letaratur dan fakta-fakta. Dapat pula memanfaatkan analisis dalam lapangan sosial dengan mencermati relasi negera-pemodal dan warga negara. Distorsi aspirasi demokrasi perwakilan secara langsung akan di bandingkan dengan proses-proses pengambilan keputusan/kebijakan oleh komunitas/kolektif-kolektif yang menerapkan demokrasi langsung misalnya komunitas zapatista di chiapas, atau komunitas cyber yang mengembangkan proyek opensource movement dan lain-lain.


pembicara/pengantar diskusi: Pamuji Slamet dan Mappinawang S.H

[Read more]

Posted in Label:

 
WE WILL GO DOWN