Ekspansi sitem kapitalisme ke dalam dunia pendidikan telah menciptakan sebuah kondisi bertautnya logika pendidikan dengan logika kapitallisme, pendidikan kemudian menjelma menjadi mesin untuk mencari keuntungan.
Dunia pendidikan yang sesungguhnya dibnagun berdasarkan nilai-nilai objektivitas, keilmiahan, kejujuran dan kebijaksanaan sebagai nilai dasar pencarian pengetahuan kini ambruk dan dimuati nilai-nilai komersial, sebagai refleksi keberpihakan pada kapital.
Dunia pendidikan menurut Hans Magnus Enzensberger, menjadi sebuah industi besar pikiran yang memproduksi pikiran-pikiran seragam yaitu pikiran-pikiran yang terperangkap dalam motif-motif komersial dan keuntungan semata. orang bersekolah, kuliah hingga sarjana, mempunyai spesialisasi khusus hanya dipersiapkan hanya untuk berintegrasi ke industri, menjadi pekerja, menjadi sekrup di dalam mesin industrialisasi dan kapitalisme. Dalam hal ini, pemaksaan pendidikan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang hanya siap bekerja di industri (link and match) adalah kekerasan budaya (culture violence). Pikiran-pikiran lain yang bermotif moral, sosial, kultural dan spiritual yang sesungguhnya sangat kaya tidak menapat tempat yang memadai. Paradigma pendidikan yang berorientasi pasar hanya akan menghambat kepeloporan, kepemimpinan , kemanusiaan, belaskasih yang justru sangat diperlukan untuk membentuk manusia sempurna. Nantinya, Dunia pendidikan yang mengidap penyakit merkantilisme pengetahuan tidak jauh beda dengan konsep waralaba ala McD dan sejumlah korporasi multinasional yang lain._bandingkan dengan konsep lahirnya BHP_.

Pendidikan tepatnya lembaga pendidikan lebih sibuk mempersiapkan diri menyongsong dunia baru. Dunia bisnis pertunjukan! Guy Debord, dalam The Society of the Spectacle, menyebut masyarakat mutakhir, "masyarakat dunia tontonan". Dalam "masyarakat dunia tontonan", citra, kesan, dan penampilan luar adalah segalanya. Sehingga Ia perlu dikemas agar memikat masyarakat.Misalnya, dalam pendidikan adalah kemasan, kesan indah, ramah, taman yang indah, bangunan megah dan tentu mewah adalah yang utama. Bukan pendidikan itu sendiri, yang cinta kesederhanaan, kebenaran, pembebas manusia dari ketertindasan. Ketertindasan dari nafsu uang dan kuasa serta ketertindassan dari “silent culture” lewat hegemoni( baik oleh majikan, pemerintah d.l.l).

Lewat materi ini peserta diharapkan mampu melacak akar-akar permasalahan dalam pendidikan. Yang seolah berjarak antara teori dan praktik, menganalisis relasi pendidikan dan kekuasaan, pendidikan alat hegemoni. Relasi logika pendidikan dan logika kapitalisme. Belajar dari model-model pendidikan alternatif. Nantinya mampu memberi dan bertindak alternatif serta berbagai inisiasi yang mengembalikan pendidikan sebagai pembebas dari ketertindasan negara dan modal.


Pembicara: Ahmad Bahruddin (Pendiri Sekolah Alternatif Qoryah Tayyibah Salatiga) dan Prof Dr.Arismunandar, M.Pd

Posted in Label:

 
WE WILL GO DOWN