Sejarah kini dan akan datang adalah sejarah perjuangan kelas, frase yang sering disebutkan Marx dalam tulisanya, sebuah ungkapan yang menggambarkan kehidupan manusia dikuasai segelintir orang serakah menaklukan milyaran manusia yang dilanda histeria. Dunia hadir tak seindah gambaran Tuhan bahwa manusia sama di hadapan Tuhan, dunia diperhadapkan pada pertarungan kelas yang melahirkan kontradiksi-kontradiksi yang semakin meruncing, contohnya resisi US dan sekutunya kian memuncak dan imperialisme akan menggali kuburnya.

Mulanya berasal dari gilda-gilda atau kongsi dagang yang terbatas melintasi perdagangan di sentaro negeri, perebutan pasar-pasar dan pusat perdagangan hingga perebutan rempa-rempa di dunia Timur. Disinilah babak baru embrio kapitaliseme hingga meluas dalam bentuk kolonialisasi Asia, Afrika dan Amerika paska penemuan Kolumbus. Kolonialisme awalnya tidak dilihat sebagai sebuah tindakan kebiadaban dan pelanggaran terhadap hak asai manusia, oleh masyarakat Eropa dianggapnya sebagai aksi pemanusian bangsa Barat yang memiliki derajat tinggi dimata Tuhan atas dunia Timur yang mistis, emosional, unik, eskotis, terbelakang dan bahkan mensejajarkanya dengan fauna seperti bangsa Aborigin. Bahkan masih dinggap founa pada era 60-an, semua streotipe itu dibangun lewat pengetahuan dan kebudayaan untuk mempertajam dominasi ekonomi dan kedaulatan negeri-negeri jajahan (Edward Said, Orientalisme:1970)

Dunia kini telah terbagi dalam dua bagian yang tidak hanya dipisahkan secara geografis tapi ideologis seperti Timur-Bara, Utara-Selatan dalam perspektif ekonomi. Amerika dan sekutu dekatnya yang sebagian besar Negara dunia maju memimpin dominasi Negara berkembang, pasar ekonomi pun dibagi mirip pembagian kolonialisme masa lalu. Timur tengah objek seksi untuk disandra--dalam bahasa Riza Sihabudi—oleh para imperialis untuk mempertahankan ladang minyak, karena dari sini nadi imperialisme untuk melanjutkan dominasi dalam satu sisitem besar bernama KPITALISME, tanpa minyak imperialis menemukan ajalnya.

Lembaga-lembaga keuangan international dan korporasi TNCs adalah penyokong imperialisme yang lahir dari rahim sah kapitalisme yang terus berkeliaran mencari pasar-pasar taklukan baru karena di Negara imperialis maju telah terjadi over produksi sehingga mengharuskanya melakukan ekspor capital kenegara-negara berkembang. Ekspor capital dapat beruwujud investasi, bantuan keuangan alias utang, hibah dan mendanai berbagai proyek-proyek liberalisasi dan berbagai isu-isu yang dapat mencegah penentagan tajam terhadap system keserkahan global lewat tangan-tangan LSM

Tapi jangan dikira imperlisme akan selalu solid tanpa kendala, krisis internal telah muncul kepermukaan, watak asli imperialisme terlah terbuka. Penyerangan Afganistan dan Irak sebagai bukti Amerika dan sekutu terdekatnya melakukan agresi kebiadabanya menaklukan Negara berdaulat yang bertentangan dengan prinsip HAM yang sering dielukkan, kini imperialisme telah memperlihatkan kebiadabanya secara terbuka mirip nenek moyang merekapa pada abad ke-17. Invasi ini bukanlah memburu teroris atau senjata kimia tapi sejatinya memburu minyak/MIGAS di kedua Negara itu yang menyimpan jutaan barel, buktinya invasi tersebut didukung oleh enam korporasi besar yang tentu saja mereka akan menerima berbagai proyek rekonstruksi pasca perang dan eksplorasi cadangan minyak AS kedepan, ketika Negara dunia maju berbicara tentang HAM, pluralisme dan demokrasi maka itu adalah memburu MIGAS. Beberapa Negara imprealis lainya juga menentang invasi tersebut tentu bukan alasan kemanusian tetapi tidak lebih upaya perebutan ladang-ladang minyak karena pada pemerintahan Saddam Prancis dan beberapa Negara telah menjalin kerjasama dengan rezim Saddam.


Disisi lain yang menggembirakan munculnya kekuatan alternatif dunia yang tak dapat disepelekan membuat Amerika kerepotan, apalagi menguatnya poros setan dalam tuduhan Amerika seperti Iran, Korut dan Kuba cukup membuat berang Negara-negara US dan sekutu Eropanya. melakukan agresi tentu bukan perkara gampang karena disamping membutuhkan dana juga persoalan Afgan dan Irak kian tak memiliki ujung penyelesaian justru kekacauan kian meluas dan penentangan pendudukan kian menguat baik di luar maupun dalam negeri US dan Negara yang mendukungnya. Menguatnya dominasi Cina di pentas politik ekonomia dunia membuat repot berbagai Negara yang selama ini menikmati pasar tanpa saingan, disisi lain juga Cina tak dapat diremehkan dari sisi militer yang hampir mengimbangi kekuatan US. India pula tampil memukau dengan kemajuan ekonominya dan disusul Negara sosialis Vietnam menjadi kekuatan baru 10 tahun mendatang. Negara-negara dunia ketiga baik di Asia dan Afrika telah bangkit dan sedikit sadar bosan menjadi kaki tangan imperialis. Bagaimana dengan Indonesia??, SBY-JK masih menjadi kaki-tangan imperialis tapi satu hal yang menggembirakan gerakan rakyat mulai bersemi di berbagai sektor tani, buruh, nelayan, miskin kota dan kekuatan kelas menegah yang kritis

Amerika latin juga tampil memukau dunia dengan munculnya blok sosialis baru yang terus menggelinding mirip bola salju, negara-negara ini bukan direbut lewat kekuatan gerilya kaum pembrontak pada era penaklukan fidel castro dan Che pada kuba tapi lewat jalur parlementarian. Kemenagan sosialis baru di Amerika latin bukanlah perjuangan membalikkan telapak tangan, tidak diraih dalam sekejap tapi tak terlepas doktrin teologi pembebasan gereja katolik, dari reformasi teologi agama. Kemenangan perjuangan rakyat di sentaro negeri akan mempercepat runtuhnya imperialisme.


Posted in Label:

 
WE WILL GO DOWN